Review Buku Ayat Ayat Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy


Judul Buku
:
Ayat Ayat Cinta
Penulis
:
Habiburrahman El Shirazy
Editor
:
Anif Sirsaeba A.
Cover
:
Abdul Basith El Qudsy
Penerbit
:
Penerbit Republika
Kota Terbit
:
Jakarta
Tahun Terbit
:
2006, Cetakan ke-XI
Tebal Buku
:
420 Halaman
Harga Buku
:
Baca di iPusnas
Ukuran Buku
:
13,5 cm x 20,5 cm
ISBN
:
9793604026
Rate Pribadi
:
5/5

"Ya Allah, kekalkan cinta kami di dunia dan di akhirat. Ya Allah, masukkan kami ke dalam surga Firdaus-Mu agar kami dapat terus bercinta selama-lamanya." 

"Ayat Ayat Cinta" merupakan salah satu novel bestseller karya Habiburrahman El Shirazy. Beliau lahir di Semarang, 30 September 1976. Beliau menempuh pendidikan menengahnya di MTs Futuhiyyah 1 Mranggen sambil belajar kitab kuning di Pondok Pesantren Al Anwar, Mranggen, Demak di bawah asuhan KH. Abdul Bashir Hamzah. Tahun 1992-1995, beliau belajar di Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) Surakarta. Tahun 1999, beliau lulus dari Fakultas Ushuluddin, Jurusan Hadis, Universitas Al Azhar, Cairo. Tahun 2001, beliau telah merampungkan Postgraduate Diploma (Pg.D) S2 di The Institute for Islamic Studies in Cairo yang didirikan oleh Imam Al-Baiquri. Beliau memiliki daftar prestasi yang panjang dan itu semua tercantum lengkap di bagian akhir buku ini. Beberapa karya beliau yang lainnya adalah "Kembara Rindu", "Api Tauhid", "Merindu Baginda Nabi", "Bumi Cinta", "Pudarnya Pesona Cleopatra", "Bidadari Bermata Bening", dan "Ketika Cinta Bertasbih".

 Buku ini menceritakan kisah perjalanan hidup seorang mahasiswa Indonesia, Fahri bin Abdullah Shiddiq, yang sedang belajar di Mesir. Ia menerjemahkan buku-buku untuk membiayai hidupnya selama di sana. Ia juga selalu berusaha untuk meneladani sifat Rasulullah SAW dalam menjalani kehidupannya. Idaman para muslimah bukan? Di Mesir, ia menemukan cinta sejatinya dan menghadapi cobaan hidup yang luar biasa berat ('berat' bagi orang biasa seperti saya). Bagaimana kisah lengkapnya? Langsung baca bukunya saja ya! Teman-teman bisa baca gratis di iPusnas, lho!

Saya baru pertama kali membaca buku karya beliau dan buku itu adalah novel ini, Ayat Ayat Cinta. Kok baru baca novel ini, sih? Ya karena saya baru terdorong untuk baca novelnya di penghujung tahun 2023. Hehe. Sebenarnya, saya tahu buku ini sudah difilmkan (dan belum pernah nonton) tapi saya ingin baca bukunya terlebih dahulu, baru nonton gitu lhoBuku ini menggunakan sudut pandang orang pertama pelaku utama, yaitu Fahri. Jujur, selama saya menikmati dunia pernovelan, saya baru menemukan sesuatu yang beda dari novel ini. Satu kata untuk buku ini, WOW! Alasannya? Karena penulis mampu membuat novel religi romance yang tidak hanya menceritakan kisah percintaan Fahri tetapi juga banyak hal yang lain seperti bagaimana bakti anak terhadap orang tua, adab bertetangga, adab terhadap lawan jenis, adab terhadap guru, adab berumah tangga (suami dan istri), adab terhadap non muslim, persahabatan, budaya Mesir dan Jawa, fakta sejarah, ekonomi, pendidikan, bahkan politik. Lengkap bukan?

Selain itu, buku ini tidak dibuat secara asal-asalan dan penulisannya pun didampingi kitab-kitab, seperti At Tadzkirah, Fatawa Mu'ashirah, dan lainnya. Ada beberapa ayat Al-Qur'an yang melengkapi percakapan para tokoh. Bahasa yang digunakan juga sangat santun dan tidak vulgar. Saat baca buku ini, teman-teman juga bisa mengenal beberapa kosa kata dari Bahasa Arab dan Bahasa Jerman, lho! Nah, hanya satu yang agak mengganggu saya saat baca buku ini di iPusnas, yaitu catatan kaki yang tidak sesuai dengan halaman yang memuat kata asing atau sumber kutipan yang dimaksud, jadinya bingung sendiri deh. But, overall, buku ini sangat bagus, 5/5! Alur ceritanya keren dan berakhir happy-sad ending. Kenapa? Karena itu yang saya rasakan ketika selesai membaca buku ini. Nanti lebih lengkapnya akan saya ceritakan di bagian akhir tulisan ini.

Alhamdulillah, demikian review buku "Ayat Ayat Cinta" karya Habiburrahman El Shirazy dari saya. Menurut saya, buku ini sangat cocok sebagai bacaan pra-nikah bagi teman-teman yang belum menikah. Bagi kaum hawa, siap-siap dibuat ter-Fahri-Fahri dan berusaha menjadi sosok seperti Aisha dan Maria. Haha. Bagi teman-teman yang belum membaca buku ini, STOP BACA di sini ya! Spoiler alert! Haha. Namun, bagi teman-teman yang sudah pernah baca buku ini, kalian bisa membaca postingan ini sampai akhir sambil mengingat kembali kisah cinta Fahri-Aisha-Maria (kalau mau saja ^_^). Apalah dayaku, menjadi satu-satunya pecinta buku di suatu keluarga ditambah sangat jarang ada teman diskusi tentang buku membuat saya sedikit sedih. Jadi, saya ingin menumpahkan semua yang saya rasakan ketika membaca buku ini di sini.

Image by cookie_studio on Freepik

Masih lanjut bacanya? Oke! Saya ingin mengungkapkan kesan saya ketika membaca buku ini, mulai dari tokoh utamanya hingga emosi apa saja yang saya rasakan selama baca buku ini.

Fahri bin Abdullah Shiddiq.  Seorang pemuda keturunan Jawa yang shalih, hafal Al-Qur'an dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Ya, ia selalu berusaha untuk meneladani akhlak Rasulullah SAW, yaitu Al-Qur'an. Sederhana, selalu mengerjakan ibadah sunnah, selalu menepati janji, tidak mau merepotkan orang lain, pekerja keras, menjaga kehormatan wanita, visioner, tidak tahan mendengar perempuan menangis, anti tidur setelah waktu subuh, romantis, dapat dipercaya, bertanggungjawab, selalu husnudzon, alergi mendengarkan: cacian, kata kasar, atau umpatan, sangat malu jika bertindak sembarangan, suka memberi kejutan, tidak tahan melihat orang tertindas, berpendirian teguh dan sifat-sifat baik lainnya. Paket lengkap pokoknya! Maka, tidak heran jika ia dicintai oleh empat gadis sekaligus. Siapa perempuan yang tidak cinta dengan sosok seperti Fahri jika ada di dunia nyata ini? Keberadaan sosok seperti Fahri di dunia saat ini mungkin 1:100.000 (ngarang sendiri) karena sosoknya yang hampir sempurna. Auto masuk top list karakter fiksi idaman!

Apa yang saya rasakan ketika membaca buku ini? Jawabannya, campur aduk!

Pertama, NGAKAK: Fahri dan kawan-kawan diundang keluarga Maria untuk makam malam di luar dan ternyata mereka makan malam di restoran mewah bernama Cleopatra Restaurant yang terletak di pinggir Sungai Nil. Lucunya, si Rudi malah memakai celana training warna biru muda yang sudah pudar. Si Hamdi pakaiannya necis tetapi sandal kulit bututnya membuat hati yang melihatnya tidak tahan. Padahal mereka sudah berkali-kali diingatkan oleh Fahri supaya berpakaian rapi. Haha.

Kedua, saya dibuat SENYUM-SENYUM SENDIRI: (1) Saat Maria dan keluarganya membaca rancangan hidup Fahri yang tertempel di dinding kamarnya. Mereka fokus pada target menikah Fahri dalam waktu dekat. Madame Nahed bertanya kepada Fahri apakah ia sudah punya calon atau belum. Fahri menjelaskan kalau kebetulan tidak ada gadis yang mau dekat dengannya dan Fahri pun bertanya "Bagaimana Madame, kalau calonnya Maria?"; (2) Saat momen bulan madu Fahri-Aisha dan Aisha menggoda sang suami, Fahri; dan (3) Saat Fahri membalas ciuman Maria yang telah menjadi istrinya di mana Maria sebelumnya pernah mencium Fahri yang belum sadar saat sedang dirawat di rumah sakit.

Ketiga, saya juga merasa MARAH: (1) Saat Noura memfitnah Fahri dengan tuduhan keji (yaitu telah memperkosa dirinya), padahal yang melakukannya adalah Si Muka Dingin Bahadur, ayahnya; (2) Saat Fahri disiksa oleh para polisi saat mendekam di penjara gara-gara fitnah Noura; dan (3) Saat polisi mengatakan ibunya Fahri sebagai seorang pelacur.

Keempat, emosi yang paling banyak saya rasakan ketika membaca buku ini adalah SEDIH: (1) Saat Aisha dimaki-maki warga Mesir di dalam metro gara-gara ia memberikan tempat duduk untuk seorang nenek yang merupakan turis asal Amerika; (2) Saat Noura disiksa oleh "keluarga"-nya; (3) Saat Maria menjenguk Fahri di rumah sakit karena mengalami heat stroke sekaligus meningitis; (4) Saat perasaan Nurul terhadap Fahri terlambat disampaikan. Ya sangat terlambat, hanya beberapa jam sebelum akad untuk menikahi Aisha. Padahal Fahri mengakui dalam hatinya bahwa Nurul merupakan satu-satunya nama gadis yang mampu menggetarkan hatinya. Namun, dengan bijaknya, si Fahri langsung meminta melihat langsung wajah Aisha sebelum akad untuk meyakinkan dirinya kembali; (5) Saat Maria jatuh sakit setelah mendengar kabar Fahri yang telah menikah dengan Aisha dan mengalami koma. Saat koma pun ia selalu menyebut-nyebut nama Fahri; (6) Saat Fahri dikeluarkan dari universitas secara terpaksa gara-gara fitnah Noura; (7) Saat Fahri membaca diary Maria yang akhirnya membuka fakta betapa besarnya cinta Maria untuk Fahri; dan (8) Saat Noura menceritakan kebenaran saat persidangan dan merasa menyesal karena telah membuat orang yang dicintainya, Fahri, menderita.

Kelima, saya merasa TAKJUB: (1) Saat Fahri tetap keluar di puncak musim panas untuk talaqqi pada Syaikh Utsman Abdul Fattah di Shubra El-Khaima dengan jarak tempuh lebih dari lima puluh kilometer dari flatnya; (2) Saat mengetahui Maria yang notabene seorang kristen koptik bisa hafal surat Maryam, Al-Maidah, dan Thaaha dalam Al-Qur'an; (3) Saat Fahri dirawat di rumah sakit, ia dijenguk oleh sahabat nabi bernama Abdullah bin Mas'ud dalam mimpinya dan saat dirinya dinyatakan tidak perlu melakukan operasi karena gumpalan darah beku di tempurung kepalanya telah tiada; (4) Saat Aisha berhasil menyelesaikan buku biografi ibunya yang berjumlah 575 halaman selama di Alexandria dalam waktu yang singkat; dan (5) Saat Fahri dengan tegas menolak untuk menyuap demi kebebasan dirinya. Betapa bijaknya Fahri saat mengingatkan dan menenangkan hati Aisha yang takut kehilangan suaminya dan tengah mengandung anak Fahri.

Keenam, saya merasa TERHARU: Saat Aisha berbesar hati dan meminta Fahri untuk menikahi Maria sehingga Maria bisa sadar dari koma dan menjadi saksi kunci dalam persidangan Fahri.

Terakhir, saya dibuat MENANGIS khususnya di bagian akhir buku ini. Adegan-adegan epik yang tidak akan saya lupakan! Hal itu dimulai saat detik-detik Fahri akan menikahi Maria yang sedang koma di rumah sakit (rumah sakit yang sama ketika Fahri dirawat sebelumnya) atas permintaan Aisha. Inilah ringkasannya.

Hari itu, Fahri mendapatkan izin dari penjara untuk pergi ke rumah sakit menemui Maria yang dijamin oleh keluarga Tuan Boutros, ayah Maria. Dokter mengatakan kalau penyakit Maria adalah penyakit cinta dan ia meminta Fahri untuk berbicara dengan suara yang datang dari jiwa agar masuk ke dalam jiwa Maria. Fahri pun memanggil-manggil nama Maria dan menyuruh Maria untuk membuka matanya serta bercerita yang lainnya selama satu jam, tetapi Maria tidak sadar juga. Dokter pun meminta Fahri untuk mengucapkan kata-kata mesra atau pernyataan cinta sambil memegang tangan Maria. Tentu saja Fahri tidak mampu melakukannya kecuali pada istrinya saja, Aisha. 

Saat itu juga, Fahri melihat bibir Maria yang bergetar menyebut-nyebut namanya dan membuat hati Fahri berdesir. Akhirnya, Tuan Boutros dan Madame Nahed mengajak Fahri berbicara enam mata. Lalu, Tuan Boutros menyerahkan diary Maria yang sudah ditandai agar Fahri mengetahui bagaimana perasaan Maria terhadap Fahri yang sebenarnya. Fahri pun langsung membacanya dan air matanya pun menetes. Fahri berusaha menata hatinya dan berkata dalam hatinya kalau ia adalah milik Aisha. Madame Nahed memohon lagi kepada Fahri untuk melakukan seperti yang dikatakan dokter, tetapi Fahri tetap teguh dan bilang bahwa ia tidak bisa melakukannya. Madame Nahed pun memohon kembali supaya Fahri menikahi Maria, tetapi jawabannya tetap sama. Fahri menjelaskan bahwa ia telah berjanji bahwa Aisha akan menjadi istrinya yang pertama dan terakhir. Akhirnya, Madame Nahed meminta Aisha untuk memberikan belas kasihnya pada Maria. 

Setelah Aisha berbicara empat mata dengan Madame Nahed dan membaca diary milik Maria, ia langsung mengajak Fahri untuk berbicara empat mata. Aisha memohon Fahri untuk menikahi Maria dan meyakinkan Fahri bahwa Maria fitrahnya adalah seorang muslimah walaupun belum menjadi muslimah secara lisan dan perbuatan. Fahri pun masih kukuh dengan pendiriannya, tetapi pada akhirnya Fahri bersedia untuk menikahi Maria setelah mendengar penjelasan panjang lebar dari Aisha. Aisha pun memberikan cincin mahar pemberian Fahri sebagai mahar untuk Maria. Proses akad nikah pun berlangsung sangat cepat.  

Setelah dokter memberikan petunjuk agar Maria sadar, Fahri meminta hanya ada dirinya dan Maria yang ada di ruangan itu. Fahri berwudhu dan melakukan shalat dua rakaat lalu berdoa di ubun-ubun kepala Maria seperti yang pernah ia lakukan kepada Aisha. Fahri pun membisikkan ke telinga Maria ungkapan-ungkapan rasa cinta dan sayang yang mendalam, lalu mencium Maria. Fahri menangis melihat usahanya yang sepertinya sia-sia, lalu terisak sambil memanggil-manggil nama Maria. 

Tiba-tiba, Fahri melihat sudut mata Maria melelehkan air mata. Fahri yakin Maria mulai mendengarkan apa yang Fahri katakan. Fahri pun menciumi tangan dan kening Maria. "Maria, bangunlah Maria. Jika kau mati, maka aku juga akan ikut mati. Bangunlah kekasihku! Aku sangat mencintaimu!" ucap Fahri dengan pelan di telinga Maria. Fahri menggenggam kedua tangan Maria yang dibasahi air matanya dan perlahan-lahan Maria mengerjapkan kedua matanya. Maria bisa berbicara meskipun dengan suara yang lemah. 

"F..f..Fahri?" 

"Ya, aku di sisimu, Maria." 

"Aku mendengar kau berkata bahwa kau mencintaiku. Benarkah?" 

"Benar. Aku sangat mencintaimu, Maria." 

"Kenapa kau pegang tanganku? Bukankah itu tidak boleh?" 

"Boleh! Karena kau sudah jadi istriku." 

"Apa?" 

"Kau sudah jadi istriku, jadi aku boleh menggenggam tanganmu." 

"Siapa yang menikahkan kita?" 

"Ayahmu. Apa kau tidak mau jadi istriku?" 

"Itu impianku. Aku merasa kita tidak akan bisa menikah setelah kau menikah dengan Aisha. Terus bagaimana dengan Aisha?" ucap Maria dengan mata berkaca-kaca.

And, cut! Saya potong di sini ya, kalau penasaran kelanjutan ceritanya bisa baca mulai halaman 379. Oke? Saya hanya menceritakan bagian cerita yang unforgettable. Kalau diceritakan lengkap takutnya nanti kepanjangan (padahal ini sudah panjang betul nulisnya, hehe). 

Akhirnya, sidang penentuan Fahri pun datang. Maria hadir. Setelah Maria selesai memberikan kesaksiannya kepada hakim dengan menahan emosinya, ia batuk dan jatuh tak sadarkan diri dari kursi rodanya. Maria pun langsung dilarikan ke rumah sakit. Fahri pun pada akhirnya divonis bebas setelah Noura menceritakan semua kebenarannya.

Sudah empat hari sejak Maria jatuh tak sadarkan diri saat memberikan kesaksian di pengadilan dan Maria belum juga siuman. Ada pembengkakkan serius pada pembuluh darah otak Maria akibat tekanan darah yang naik drastis sehingga Maria mengalami koma. Lalu, saat tengah malam Fahri dibangunkan oleh Aisha dan mengajak Fahri untuk melihat keadaan Maria yang sedang mengigau. Mereka melangkah mendekati Maria. Fahri mengenal apa yang diiagukan oleh Maria. Ayat-ayat suci dalam surat Maryam terucap lirih dari mulut Maria. Fahri tak kuat menahan haru dan meneteskan air matanya.

Saat sampai di akhir surat Maryam, bibir Maria terus melanjutkan surat setelahnya, yaitu surat Thaaha. Air mata Maria terus mengalir di sudut matanya yang terpejam saat ia melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Maria berhenti mengigau surat Thaaha pada ayat ke sembilan puluh sembilan yang kemudian mendendangkan zikir dengan nada yang aneh. Allah. Allah. Allah. Semakin lama volume suara Maria semakin mengecil, lalu hilang. Hati Fahri berdesir ketika melihat bulu mata Maria yang lentik bergerak-gerak.

"Maria!" ucap Fahri pelan.

"Fa...Fahri?"

"Ya. Apa yang kaurasakan sekarang, Sayang? Apanya yang sakit?"

"Tolonglah aku. Aku sedih sekali."

"Kenapa sedih?"

"Aku sedih tak diizinkan masuk surga!"

Mendengar jawaban Maria, Fahri dan Aisha kaget bukan main. Fahri bertanya dalam hati, "Apakah dia akan mati?" yang dengan cepat-cepat membuang pertanyaan tidak baik itu.

"Aku telah sampai di depan pintu surga, tetapi aku tidak boleh masuk!" ulang Maria.

"Kenapa?"

"Katanya aku tidak termasuk golongan mereka. Pintu-pintu itu tertutup bagiku. Aku terlunta-lunta. Aku menangis sejadi-jadinya."

"Aku sungguh tak mengerti dengan apa yang kau alami, Maria. Tapi bagaimana mulanya kau bisa sampai di sana?"

Maria pun menjawab tidak tahu mulanya bagaimana. Lalu, Maria menceritakan semuanya apa yang ia alami dalam mimpinya kepada Fahri dan Aisha, hingga bagaimana ia ditemui oleh perempuan suci, Maryam atas perintah-Nya dan Maria mendapatkan nasihat dari ibunda Nabi Isa AS itu.

"Setelah mendengar nasihat dari Bunda Maryam, aku lalu pergi mencari air untuk wudhu. Aku berjalan ke sana kemari namun tidak juga menemukan air. Aku terus menyebut nama Allah. Akhirnya aku terbangun dengan hati sedih. Aku ingin masuk surga. Aku ingin masuk surga. Aku ingin ke sana, Bunda Maryam menungguku di Babur Rahmah. Itulah kejadian atau mimpi yang aku alami. Oh Fahri, Suamiku, maukah kau menolongku?"

"Apa yang bisa aku lakukan untukmu, Maria?"

"Bantulah aku berwudhu. Aku masih mencium bau surga. Wanginya merasuk ke dalam sukma. Aku ingin masuk ke dalamnya. Di sana aku berjanji akan mempersiapkan segalanya dan menunggumu untuk bercinta. Memadu kasih dalam cahaya kesucian dan kerelaan Tuhan selama-lamanya. Suamiku, bantu aku berwudhu sekarang juga!"

Fahri pun menuruti keinginan Maria. Ia membopong Maria yang kurus kering ke kamar mandi dan Aisha membantu wudhu Maria. Setelah selesai, Maria dibaringkan kembali di kasurnya. Maria menatap Fahri dengan sorot mata bercahaya dan bibirnya tersenyum lebih indah dari biasanya. Lalu dengan suara lirih yang keluar dari relung jiwa, Maria berkata:

"Asyhadu an laa ilaaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan abduhu wa rasuluh!"

Maria tetap tersenyum dan menatap Fahri tanpa berkedip. Perlahan pandangan matanya meredup. Tak lama kemudian kedua mata Maria yang bening itu tertutup rapat. Fahri memeriksa nafas, denyut nadi, dan detak jantung Maria yang ternyata telah tiada. Fahri tak kuasa menahan derasnya lelehan air mata. Aisha juga. Inna lillahi wa inna ilaihi raajiun! 

Nah, sekarang sudah tahu kan mengapa saya menyebutkan bahwa buku ini berakhir dengan happy-sad endingHappy karena Maria memiliki akhir hidup yang luar biasa indah, yaitu husnul khotimah. Sedih karena Maria meninggal dunia. 

Jika saya bisa memilih untuk menjadi salah satu tokoh dalam buku ini, maka pilihan saya adalah Maria. Alasannya? Ia sangat beruntung mendapatkan husnul khotimah (cita-cita tertinggi kaum muslimin, termasuk saya sendiri). Sebelum menjadi muslimah, ia merupakan seorang Kristen Koptik yang taat. Ia unik. Ia suka pada Al-Qur'an dan hafal beberapa surat dalam Al-Qur'an. Ia sangat cerdas dan kritis. Fahri pun merasa bahwa Maria adalah gadis Kristen Koptik yang aneh karena Maria paling suka mendengarkan azan tetapi pergi ke gereja tidak pernah ditinggalkan. Fahri juga mengakui etika dan cara bergaul Maria terkadang lebih islami daripada gadis-gadis Mesir yang mengaku muslimah.

Kemudian, Maria jarang sekali tertawa cekikikan dan lebih sering tersenyum saja. Pakaiannya longgar, sopan, dan rapat. Selalu berlengan panjang dengan bawahan panjang sampai tumitnya. Hanya saja ia tidak memakai jilbab. Ibunya Maria, Madame Nahed, pun pernah mengatakan kalau Maria adalah gadis yang kaku, tidak suka dikunjungi teman lelaki, tidak suka diajak pergi kencan, dan tidak pernah jatuh cinta. Akhirnya setelah membaca diary Maria, saya mengetahui kalau ia sangat mencintai Fahri dan diam-diam membayar semua biaya perawatan rumah sakit Fahri dengan tabungan yang dimilikinya. Ternyata, Maria adalah malaikat yang dicari keberadaannya oleh Fahri. Teman-teman yang sudah baca buku ini pasti sudah tahu kan?

Begitulah kesan-kesan saya selama membaca buku ini. Mungkin setelah ini saya akan menonton filmnya (?). Biasanya film yang dibuat dari sebuah buku, sering kali cerita versi bukunya lebih bagus dibandingkan versi filmnya. Kalian pasti pernah merasakannya! Oh iya, kelanjutan kisah hidup Fahri ada di buku "Ayat Ayat Cinta 2", tapi saya belum tahu apakah buku keduanya akan sekeren buku yang pertama atau tidak. Setelah saya cek di iPusnas, ternyata buku "Ayat Ayat Cinta 2"-nya belum ada (T_T). Semoga di kesempatan lain saya bisa membaca buku yang kedua. Aamiin.

Sekian celotehan dari saya. Jujur, sampai saat ini, baru pertama kali saya menulis postingan sepanjang ini. Hehe. Mungkin gara-gara saya terlalu bersemangat saat menulis review buku ini yang memang sebagus dan sekeren itu untuk dibaca! Okay! Terima kasih telah membaca tulisan saya sampai akhir. Have a good day!

P.S. Jujur, saya lebih suka Ayat Ayat Cinta versi bukunya dibandingkan versi filmnya. (^-^)v

Komentar

  1. Baca reviewnya kayanya novelnya memainkan emosi ya. Jujur aku cuma tahu filmnya dan itu pun belum pernah nonton :’) Dapat skor 5/5 sih wajib banget baca ini. Thanks sudah sharing :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selamat membaca novelnya kak! ^_^ Barusan saya mampir ke blog Kak Indi dan menemukan fakta kalau film MIKA yang dulu banget saya tonton ternyata terinspirasi dari novel karya Kak Indi. Wah, keren! o(〃'▽'〃)o

      Hapus

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan sopan dan bijak. Terima kasih telah berkunjung di blog ini!

Postingan Populer

Review Buku SELENA dan NEBULA Karya Tere Liye

Review Buku 100 Dosa Perempuan yang Sering Dianggap Sepele Karya Angga Priatna

Review Buku Halaqah Cinta Karya @teladanrasul